Sebuah Misi Penyelamatan

Eh, kalian sadar gak? Ketika Tuhan tidak mengabulkan apa yang kita pengen banget, bukan berarti Dia gak sayang kita. Harusnya kita berterima kasih padaNya. Kenapa? Begini, ini muncul di pikiran saya “mungkin Tuhan sedang dalam misi menyelamatkan kita dari apa yang kita inginkan banget”. Lalu Dia, dengan sangat bijaknya mengganti dengan apa yang kita butuhkan” … Iya, kan? Iyalah pastinya.

 

-B-

Beda

Kamu bilang kita beda. Ya, Tuhan kita beda, begitu katamu. Tapi, bukankah kita punya persamaan? Kita sama-sama percaya kuasa Tuhan.

Aku mencintaimu. Kamu mencintaiku. Di mana bedanya kita dalam hubungan ini?

Jika Tuhan memang beda, lalu mengapa kita punya perasaan yang sama?

-S-

Waktu (me)rindu

Kali ini kita bertemu pada satu titik. Pusat dari segala elemen yang akhirnya menghubungkan kita dari percanangan sgala penjuru.

Titik rindu..

Titik yang membawa aku kepadamu. Kepada kerinduan yang pernah terlupakan oleh waktu. Mengapa kita harus bertemu lagi setelah satuan hari dan bulan perlahan-lahan mencumbu dengan masa lalu?

..A..

Tulisan Dalam Kertas

Awalnya, aku gak paham apa ini namanya. Menelusup perlahan tanpa permisi. Membobol dinding keangkuhan milik ku bernama ego.

Tanganku terlalu kaku untuk sekedar menulis di atas lembar putih kosong atau mengangkat gagang telepon dan menekan tuts number telepon kamu.
Gelisah berputar-putar di meja saat telepon rumah berdering.

Lalu, lambat laun, ego ku berkurang. Tanganku tidak lagi kaku. Malahan sangat lincah menulis di atas lembar putih kosong kemudian memfoto tulisannya dan mengirimkan padamu.

Kakiku berlari cepat manakala telepon rumah berdering. Bibirku tak lagi kelu berucap :

Aku rindukan kamu…

-B-

Pada Waktunya.

Jangan tanya mengapa aku berhenti menampilkan wajahmu di setiap tidurku. Pada waktunya semua akan begitu. Mengubur dalam-dalam semua yang pernah terlalui, tanpa harus mengurai lagi apa yang telah pernah terjadi. Pada waktunya, aku memang harus melepasmu, cepat atau lambat, waktu akan melumat raga dan jiwamu. Jangan iri pada mereka yang masih mengecap bahagia, pada waktunya, derita pun akan menjadi akhir yang bahagia.

Jangan menangis, karena bukan itu yang aku inginkan. Jangan tersenyum, karena aku tidak melihat seulas lengkungan palsu ketidakrelaan. Pada waktunya, kamu atau aku akan pergi, semua hanya masalah waktu.

 

 

 

..A..

Biarlah.

Kamu bergerak semakin ke timur, sedang aku terus menuju barat. Bila tujuan kita adalah bersama, mungkinkah kita bisa?

Jalanmu ke timur, adalah perintah Sang Waktu, saat rindu kita bukanlah hal yang menjadi segalanya. Kamu mentautkan mimpimu di negeri yang belum kamu ketahui, melangkah menuju mimpi yang katamu untuk kita -atau hanya untukmu saja?-

Beribu argumenmu menyadarkanku, bahwa hidup kita tak lagi sama. Suaramu di telepon setelah 6 bulan kita terpisah ruang dan waktu, menyiratkan bahwa aku tak lagi nomor satu. Kamu terlalu tenggelam dalam mimpi untuk menjadi direktur perusahaan itu, tanpa peduli aku masih disini, menunggu, kamu yang dulu.

Tak apa.

Bukannya aku sudah bisa 6 bulan ini menjalani hari dengan kealpaanmu. Dengan rindu yang hanya Tuhan saja yang tahu. Kamu tak perlu lagi mempertanyakan keadaanku. Tak perlu lagi tahu mengapa akhirnya aku tak lagi mau menunggu. Seperti mentari yang selalu terbit setiap hari, aku akan selalu mendoakanmu, setiap pagi, tetapi maafkanlah bahwa merelakanmu pergi adalah jalan terbaik.

p.s Untuk kamu yang bertanya mengapa aku berubah.

 

..A..

Tanpa Takaran

Kamu tahu dalamnya samudera berapa kilometer?

Entahlah, setiap samudera punya standar kedalaman yang berbeda bukan?

Kamu tahu berapa kilogram beras yang harus kita makan setiap harinya, agar kita dapat bertahan hidup tanpa harus merasa kelaparan?

Kamu tahu berapa rupiah yang diperlukan untuk sekadar bercanda tawa denganku di telepon?

Kamu tahu brapa giga byte data yang perlu kita habiskan untuk teks-teks rayuan kamu di layar social media ?

Hidup ini, selalu menyediakan satuan-satuan agar kita mampu menakar dengan tepat. Sayangnya, tidak begitu dengan cinta, sayang, dan rindu, begitu pun mimpi. Mimpi, rindu, rasa sayang dan cinta kita seolah tak butuh takaran. Bebas. Dapat terbang berapa pun kilometer di atasnya. Tak peduli seberapa jauh yang melingkar, asa kita akan bermuara menuju yang kita damba.

Begitu pun dengan rasa rindu dan cinta kita. Tak pernah mengeja apa itu jarak. Berapa pun kilometer yang membentang diantara kita. Betapa pun kita susah untuk mempertahankannya. Buat kita, jarak adalah nisbi, yang tidak perlu kita perhitungkan selama asa kita masih presisi.

Kita, tak pernah menghitung berapa rupiah yang lenyap, berapa byte atau berapa takaran lainnya yang selalu ada hidup kita. Buat kita, jika sayang maka perjuangkan. Apa pun itu. Semoga kita masih bisa seperti ini, tanpa takaran, tanpa peduli satuan. Karena, bila bahagia adalah tujuan kita. Takaran-takaran tadi bukan halangan.

..A..